Ketua Umum DPN Gerbang Tani, Idham Arsyad |
MATARAM, - Dewan Pimpinan Nasional (DPN) Gerbang Tani menolak rencana Kementerian Perikanan dan Kelautan (KKP) menerapkan penangkapan ikan terukur berbasis kuota untuk investor asing.
Ketua Umum DPN Gerbang Tani, Idham Arsyad menegaskan bahwa kebijakan ini akan menyebabkan peminggiran secara sistematis potensi nelayan lokal dan tradisional.
“Kebijakan ini sangat tergesa-gesa dan belum ada kajian yang mendalam. Hal ini sangat mungkin akan menimbulkan gesekan antara nelayan besar dan nelayan tradisional,” tegasnya melalui keterangan tertulis yang diterima, Jum’at 26 November 2021
Idham menilai rencana kebijakan itu nantinya ada pembagian zona penangkapan ikan dibagi kuota komersial, non komersial dan tradisional.
Katagori pembagian ini mudah diskenariokan, namun akan menimbulkan banyak masalah di lapangan, apalagi di Indonesia selama ini pengelolaan lautnya masih dengan cara unregulated dan unreported.
“Semestinya KKP mulai mempersiapkan tata kelola laut yang baik dan regulated terlebih dahulu, dan itu membutuhkan kajian dan persiapan yang mendalam,” imbuhnya
Dalam pernyataannya, Menteri Perikanan dan kelautan menyampaikan bahwa dalam penerapan penangkapan ikan terukur nanti akan dibagi ke dalam 6 zona wilayah penangkapan dengan potensi yang sangat besar kurang lebih 12 juta ton.
“Penentuan zonasi dan kebijakan yang semata-mata pertimbangan ekonomi, tanpa diberengi program-program penguatan nelayan tradisional, sama aja dengan menjual laut kita ke pihak asing,” tutur Idham
“Saat ini dalam rangka recovery pandemi Covid -19 semestinya kita kedepakan strategi penguatan nelayan-nelayan lokal, dimana selama pandemi mereka sangat terpukul karena import ikan yang tidak berjalan efektif yang disebabkan karena adanga pembatasan sosial ataupun faktor lainnya. Jika dalam tahap pemulihan, nelayan-nelayan tradisional dihadapkan pada investor asing maka mereka pasti akan susah bangkit,” sambungnya
Dikatakan, apalagi 2 bulan lalu melalui Permen 85/2021, Kementrian Kelautan dan Perikanan menaikan pendapatan negara non pajak yang sampai 400 %.
“Ini menjadi pukulan telak yang dialami nelayan kita, saat sednag recovery dari pandemic,” keluh Idham
Selain itu, penangkapan ikan secara besar besaran akan menyebabkan program blue carbon akan terganggu. Sebab laut akan semakin ramai dan dikotori oleh kapal kapal penangkap ikan dengan gross ton yang sangat besar.
“Jadi alih alih kita memanfaatkan blue carbon, malah Indonesia akan tercatat sebagai negara dengan peningkatan emisi karbon dari sektor kelautan yang sangat tinggi. Hal ini juga bertentangan dengan arahan Presiden Joko Widodo yang menargetkan net zero emission di tahun 2050,” kata Idham menambahkan (*)