Wijaya,S.H dari ROZI & WIJAYA PARTNER yang berkantor di Bali selaku Kuasa Hukum Keluarga Korban dalam siaran persnya 22-12-2021 |
LOMBOK BARAT, - Kasus perkara pembunuhan Rahman warga Karang Langko Desa Babussalam Kec. Gerung Kab. Lombok Barat yang dilakukan oleh terpidana Maliki hingga hari ini masih menyisakan pertanyaan dan ketidak kepuasannya terhadap keluarga korban. Hal itu dikatakan oleh Wijaya,S.H dari ROZI & WIJAYA PARTNER yang berkantor di Bali selaku Kuasa Hukum Keluarga Korban dalam siaran persnya 22-12-2021
Wijaya, S.H menuturkan bahwa kasus pembunuhan itu Berawal dari cekcok antara FM (tersangka) dengan Rahman (korban). Dimana Maliki (Terpidana) sebagai orang tua Tersangka (FM) merasa tersinggung jika anaknya Tersangka (FM) mengaku ditempeleng oleh Rahman (Korban). Kemudian mendengar informasi tersebut, Terpidana (Maliki) pulang ke rumahnya yang pada saat itu Kepala Dusun Karang langko (SLM) ternyata sudah ada di rumahnya Terpidana Maliki bersama Tersangka FM Serta istri dari Terpidana yaitu Aisah.
Bahwa kemudian ternyata Tersangka FM sudah duluan Mendatangi rumah Korban (Rahman) dan langsung menggedor gedor pintu pagar rumah korban (Rahman) sambil berteriak teriak dengan suara keras memanggil manggil Rahman (korban) dengan menyuruh korban (Rahman) keluar dari rumahnya. Mendengar suara gedoran pintu pagar dan suara Tersangka (FM) , akhirnya Rahman (Korban) terpancing untuk keluar dari rumahnya untuk melihat siapa yang memanggilnya, setelah sampai depan rumah dan membuka pagar ternyata tersangka (FM) ada di depan gerbang pintu rumah (korban) rahman Dan terjadilah cekcok antara (korban) Rahman dengan Tersangka (FM). Tidak berselang lama setelah www(korban) rahman keluar dari rumahnya yang sebelumnya ditantang suru keluar oleh Tersangka (FM) datanglah Terpidana (Maliki) orang tua Tersangka (FM) dan terjadilah insiden pembunuhan terhadap Korban (Rahman) saat itu (Pebruari 2020).
Dimana sesuai fakta persidangan setelah korban (Rahman) bersimbah darah dan terkapar di tanah , Tersangka (FM) mengatakan cukup sudah pak cukup, sudah puas saya” sehingga jika melihat dari fakta-fakta kejadian dan juga fakta persidangan, seharusnya sejak awal kasus ini dilimpahkan kepada Kejaksaan Negeri Mataram berkas perkara tersebut menerapkan Pasal 338 jo 340 jo 55 KUHPidana, namun hal tersebut tidak dilakukan oleh Penyidik Polres Lombok Barat, yang sampai dengan saat ini kami tidak mengetahui tentang alasan hukumnya. Jelas Arya
Lanjut, dari awal kasus ini ada yang ganjal. Kalau memang mau objektif melihat kasus ini, Dimana kasus ini sebenarnya murni pembunuhan itu dilakukan secara bersama sama, Tentunya pasal 340 KHUP junto pasal 55. Siapa pasal 55 adalah anaknya Maliki (pelaku) yakni FM yang sudah ditetapkan menjadi tersangka. Ungkap Arya
Tetapi disini ada hal yang aneh yaitu berkas perkara pertama yang sudah disidangkan dan sudah memiliki kekuatan hukum tetap dari Pengadilan Negeri Mataram yaitu Maliki (pelaku) orang tua FM (tersangka) yang sudah divonis 17 tahun penjara dengan pasal 340 KHUP sesuai Putusan yang berkekuatan hukum tetap di Pengadilan Negeri Mataram dengan Nomor register perkara Nomor 520/Pid.B/2020/PN Mtr tertanggal 5 November 2020, Namun tidak ada nama Tersangka (FM) pada berkas ini. Ini kan aneh???
Berangkat dari sana wijaya S.H mendampingi keluarga korban untuk mengadukan hal-hal yang mereka anggap ada ketidakadilan, dengan mengadukan hal tersebut ke Polda NTB. yang kemudian saya sangat mengapresiasi hal tersebut dikarenakan langsung mendapat perhatiaan dari Wassidik Polda NTB, yang kemudian akan melakukan supervisi terhadap kasus ini. Kemudian setelah pertemuan di Polda NTB dengan Wassidik Polda NTB , 3 hari kemudian diterbitkan surat nomor B 1722/IV/RES.1.24./2021/Dit Reskrimum Polda NTB, perihal Pemberitahuan Perkembangan Hasil Pengawasan Penyidikan, dimana isi dari surat tersebut intinya adalah “ Bahwa Penyidik Polres Lombok Barat telah melakukan gelar perkara untuk peningkatan status dari saksi ke TERSANGKA terhadap FM. Dengan pasal yang disangka Pasal 56 KUHP yang dimana terhadap penerapan Pasal tersebut diluar dari ekspektasi kami dan nalar hukum kami.
Sejak awal kami telah yakin jika pasal tersebut yang diterapkan maka Status Tersangka yang diberikan ke FM hanya akan sebagai pengobat rasa sakit keluarga saja. Namun nanti akan tidak memenuhi unsur jika diteruskan kepada Kejaksaan, Benar saja sejak ditetapkan Sebagai Tersangka terhadap (FM) , TERSANGKA TIDAK DILAKUKAN PENAHANAN sampai dengan saat ini. sedangkan Pasal yang disangkakan ancaman hukumannya diatas 4 tahun penjara.
Secara objektif hukum Penyidik seyogya melakukan PENAHANAN terhadap Tersangka (FM) terlebih ini merupakan tindak Pidana Pembunuhan yang berencana, yang hampir tidak pernah terjadi di wilayah hukum Republik Indonesia kecuali “ada sesuatu didalamnya”
"Saya mengapresiasi Kejaksaan Negeri Mataram yang menerapkan pasal 340 KHUP dalam penuntutannya itu. Sehingga terpidana (Maliki) sekarang sedang menjalani hukumannya di penjara, namun saya sangat menyenangkan juga jika penuntut umum tidak memberikan petunjuk kepada Penyidik Polres Lombok Barat jika pasal 55 KUHP seharusnya dimasukkan dalam berkas perkara tersebut.
Namun ada hal yang aneh kenapa di dalam perkara itu tidak ada pasal 55. Ini harus ada pasal 55 sebab tidak akan mungkin Rahman (korban) keluar dari rumahnya apabila tidak ada perbuatan permulaan yang dilakukan oleh FM yang dalam hal ini statusnya sudah tersangka. Dan korban tidak akan mungkin keluar dari rumahnya kalau FM tidak menggedor pintu pagar sambil berteriak memanggilnya.
"Apabila Rahman (korban) tidak keluar dari rumahnya menemui Tersangka (FM) yang menggedor pintu gerbang dan memanggil manggil korban maka kemungkinan tidak akan terjadi insiden pembunuhan tersebut." Tegas Arya.
Kalau tidak diterapkan pasal pasal 340 KUHP Junto pasal 55 maka sungguh sangat aneh, dikarenakan fakta-fakta dan fakta persidangan , Sehingga keluarga Korban sangat tidak puas dan merasa tidak adil terlebih saudara yang merupakan tulang punggung keluarga . Akhirnya kami bersama keluarga korban mendatangi Polres Lobar dan Polda NTB untuk mengkonfirmasi Kasus tersebut. Sehingga hasil koordinasi dengan Polda NTB, disitu muncullah respon dari Polda NTB, terkait supervisi yang akan dilakukan terhadap kasus ini. Tiga hari kemudian dilakukanlah supervisi ke Polres Lobar. Yang sebelumnya FM anak dari Maliki (terpidana) tidak menjadi tersangka dalam kasus tersebut. Setelah terjadi supervisi antara Polres Lobar dengan Polda NTB maka dinaikkan lah status Fathul menjadi tersangka. Namun hingga saat ini belum juga ditahan. Herannya.
Kami melihat, Kenapa sejak dari awal Polres Lobar yang menangani perkara itu tidak objektif. Berkas perkara pokoknya yaitu pasal 340 KHUP tidak menarik FM sebagai tersangka juga dalam kasus pembunuhan sesuai pasal 340 KHUP jo pasal 55 KUHPidana Dan Itu menjadi janggal. Dan status (FM) yang sebelumnya hanya sebagai saksi dan setelah keluarga didampingi dengan kuasa hukumnya mendatangi Polda NTB untuk membuat Pengaduan masyarakat. Dikarenakan keluarga merasa tidak mendapatkan keadilan di Polres Lobar, akan tetapi respon Polda NTB kami sangat apresiasi karena langsung ditindak lanjuti untuk melakukan supervisi terhadap kasus ini, dan hasil supervisi tersebut menaikan status saksi (FM) menjadi TERSANGKA, namun pasal yang diterapkan di luar dari harapan dan ekspektasi kami dan TERSANGKA tidak dilakukan PENAHAN sehingga tersangka pembunuhan masih bisa berkeliaran di lingkungan yang membahayakan keluarga korban. Kenapa setelah ada supervisi dari Polda NTB baru (FM) ditetapkan menjadi tersangka. Ini kan aneh ada apa?? Heran Arya
Dan kami juga sudah menginformasikan kepada Wassidik Polda NTB, jika membutuhkan ahli dalam menentukan tidak pidana dan membantu jalannya perkara ini agar cepat dapat dilimpahkan ke Kejaksaan dan P21 maka pihak keluarga siap untuk menghadirkan Ahli untuk kasus ini.
Sementara itu Kapolres Lombok Barat Melalui Kasat Reskrim yang hendak dikonfirmasi awak media terkait hal tersebut belum bisa ditemui. Dan hingga berita ini dimuat belum memberikan penjelasannya. (Gl 02)